Bagiku, mengharapkan keajaiban dan mukjizat bukan berarti harus melihat penampakan Tuhan dalam rupa fisik yang kita inginkan, bukan berupa penglihatan akan air mata yang keluar dari Corpus Christi di Salib, bukan berupa air yang berubah menjadi anggur setelah kita berdoa, bukan berupa sesosok malaikat bersinar yang membangunkan kita di tengah malam. Bagiku, keajaiban dan mukjizat adalah hal-hal baik yang ada di hidup sehari2, namun acapkali kita tidak sadari. Bukan hal mudah. Tapi tidak juga sulit kalau kita mau. Di hari keempat peziarahanku di Surabaya, ada kejadian unik yang mendorongku untuk membagikan sedikit cerita ini.

Beberapa hari di kota itu, ada beberapa hal pribadi yang membuat emosiku terpancing. Ditambah tekanan-tekanan pekerjaan, aku sempat berada di posisi di mana aku lupa akan orientasi spiritualku dan meninggalkan ‘kesadaran’. Kemarahan, keangkuhan, dan a little bit flare of arrogance dalam hati mengambil alih waktu dan batinku. Faktor eksternal tidak dapat kujadikan kambing hitam, karena sejak beberapa bulan lalu, belajar dari seorang pastor OMI, aku memutuskan bahwa yang bertanggung jawab atas emosi dan jiwaku adalah diriku sendiri (sepelik dan sesalah apapun faktor eksternal itu, aku harus menjaga ketenangan dan tidak boleh membiarkan hal itu menyakiti hati dan meninggikan emosi).

Siang itu, Tuhan lewat cara-Nya mengajakku mampir ke rumah-Nya, sebuah tempat yang dinamakan Rumah Adorasi. Tempat itu adalah sebuah rumah di dalam sebuah komplek residensial yang disumbangkan oleh seorang internis kepada Keuskupan Surabaya untuk dijadikan tempat adorasi Sakramen Mahakudus. I may be wrong, tapi setauku di Jakarta belum ada tempat seperti itu. This was the first time I know such place.

 

IMAG2867

 

The house was beautifully designed. It is peaceful, quiet, comforting, and has so many things to facilitate your prayer: rosaries, candles, meditation chairs and pillows, etc. It has great ambience for people who seek quiet and want to take some time to stop from running their day.

 

IMAG2874

IMAG2869

IMAG2870

IMAG2873

 

Di dalam ruang adorasi, ada Sakramen Mahakudus yang ditahtakan di dalam monstran. Menemani Yesus, ada seorang ibu-ibu tua, seorang wanita paruh baya, dan seorang bapak. Saya berlutut dan mulai memandangi Yesus yang berjarak hanya sekitar 2 meter di depan saya. My tears fell down. I wasn’t quiet. I wasn’t in silence. Before I stepped inside the room, I took a moment of silence, trying to prepare myself, but only for a few seconds, so I really wasn’t hoping I would get strong feelings about the presence of The Lord. Aku hanya ingat bahwa setiap mengikuti adorasi, Tuhan bekerja dengan sangat ajaib dan selalu sukses menyentuh hatiku. Maka ada dorongan kuat di dalam hatiku yang memaksa untuk masuk ke ruangan itu, even unprepared. Somehow I was thinking that my part of the work was to come inside, God would do the rest. And yes, He magnificently did that again. Aku hanya berlutut, memandanginya selama beberapa detik, ada semacam perasaan sejuk dan terharu yang membuat beberapa tetes air mata tidak terbendung. Can’t explain it by words. He whispered and reminded me to go back to my senses. Dia menegur dengan sangat ramah, tentang seberapa lupanya aku akan Dia, tentang seberapa cepat aku berlari belakangan ini dan jarang berhenti sejenak untuk sekedar berbincang dengan-Nya. Dia mengingatkan untuk kembali membuka kesadaran dan menciptakan keheningan dalam hidup sehari-hari. Dia menunjukkan jalan yang benar-benar jelas di saat ada kabut yang menutupi pandangan.

Beberapa saat setelah aku berbincang dengan Yesus, masuk seorang bapak, tidak terlalu tua, berkemeja lengan panjang, bercelana panjang, berkaos kaki. Dugaanku mengatakan dia pekerja kantoran. Terbesit di benakku betapa hebatnya dia. Di tengah-tengah kesibukannya dia menyempatkan diri mengambil waktu barang sejenak untuk berbincang dengan Tuhannya. Mungkin dia menempuh belasan kilometer untuk sampai ke sana. Mungkin dia mengorbankan sebagian waktu makan siangnya. Mungkin dia meresikokan pekerjaannya dengan memakai sedikit dari waktu kerjanya. Sedemikian besarnya usaha bapak itu untuk sampai ke rumah itu dan mengungkapkan cintanya kepada Yesus yang terwujud dalam Sakramen Mahakudus.

Setelah puas berbincang dengan-Nya, aku keluar dan bersiap kembali ke mobil. Di meja resepsionis, ada sebuah buku absen/buku tamu adorator. Di sebelah buku itu, terdapat sebuah keranjang berisi potongan-potongan kertas kecil yang diacak bertuliskan kutipan ayat Alkitab. Perhatianku tertuju kepada potongan kertas paling atas. Mataku tertuju hanya pada potongan itu:

IMAG2895

Aku tersenyum, berseru dalam hati dan bersyukur how wonderful my God is.