Ia tak lagi melihat cahaya lampu yang biasa menemaninya sambil membolak-balik lembar demi lembar buku itu.

Dengan kedua tangan susah payah menutup kupingnya dari gemuruh petir di luar sana.

Ia cari-cari angin malam yang sempat mendinginkan tulangnya.

Tunggu.

Riuh rendah itu ternyata dari dalam mulutnya sendiri.

Di gelap itu ia berkelahi dengan semua benda yang ada di sekelilingnya.

Di gelap itu ia mengambil pisau, bermaksud menghunjamkannya ke bilur-bilur nadinya.