Ada 2 kejadian lucu di weekend gw minggu lalu. Yang pertama gw sebut dengan tragedi-mo-nelp-si-kampret-malah-nyambung-ke-lutung. Kejadian diawali dengan maksud gw yang mo telp temen gw, buat janjian ke gereja. Sebut saja nama temen gw itu Alex (seperti biasa, nama disamarkan).

Tuut…tuut…(telp berdering, bukan telp kentut).

Suara-di-seberang-telp : halo.

Sigit Ganteng: Halo selamat sore, bisa bicara dengan Alex?

Suara-di-seberang-telp : hah?

Sigit Ganteng: Iya, Alexnya ada?

Suara-di-seberang-telp: Alex?

Sigit Ganteng: *mikir2 kok kayanya kenal suaranya*

Suara-di-seberang-telp: Lo mabok git?

Sigit Ganteng: Setan. Banday ya??Salah pencet nomor gw.

Banday Kasarung: buahuahuahuahuahua.

Gua malu dengan sukses.

Kejadian kedua happened when we’re playing UNO. Buat kalian yang ga tau, UNO adalah semacam permainan yang membutuhkan kecerdasan sekaligus keberanian dan tidak jarang menghasilkan pertumpahan darah, dengan catatan kalau anda bertaruh tusuk2an pake tusuk gigi kalau kalah. Salah seorang temen gw, cewek, lagi liat2 buku tahunan si banday. Terus dia bilang, “Mana nih. Anak sekolah u kok ga ada yang ganteng?” Lantas, ada sebuah suara nyahut dengan pede, keras, lugas, penuh birahi, dan amit2 bilang, “Ada kok, depannya A belakangnya Lex.” Oh man, itu pertama kali gw mendengar ide gila narsis yang luar biasa. Oh Alex, andai saja u ikutan lomba narsis gw, pasti u juaranya…

Ok, enough for the play. Now, the serious one.

Gw tampan :D .

Ehehehe…

Beberapa hari yang lalu gw baru aja nyelesaiin baca Laskar Pelangi karangan Andrea Hirata. Hah? Oh, bukan. Laskar Pelangi bukan buku dongeng. Apalagi buku bokep. Bukan. Not at all. Nih buku nyeritain tentang kumpulan orang2 yang kerjaannya nungguin datengnya pelangi, ampe bangkotan, kerjaannya duduk diem di depan teras, bengong, ngeliatin langit nyari2 pelangi. Oh, sungguh ilmiah sekali kau sigit…Sungguh menggugah…Sungguh tampan… :D

Laskar Pelangi

Laskar Pelangi

Sesungguhnya,,(ciee),,Laskar Pelangi itu novel yang ngisahin perjuangan beberapa anak dari Pulau Belitong buat mengenyam pendidikan di sebuah sekolah kampung yang miskin, SD Muhammadiyah. FYI, Belitong adalah pulau tetangga Pulau Bangka, kampung nyokap gw. Okeh, ga penting. Kesebelas anak ini, dibantu orangtua dan guru2 mereka, berjuang keras, biarpun mereka miskin, untuk mencapai pendidikan demi cita2 mereka. Anggota Laskar Pelangi terdiri dari berbagai macam anak. Ada Harun yang sudah berfisik dewasa, tapi bermental anak2, A Kiong, anak suku Tionghoa yang miskin, Trapani, anak laki2 tampan yang ga bisa lepas dari ibunya, Flo, putri orang kaya yang tomboi abis, dan lain2. Alur cerita ditulis berdasarkan sudut pandang si penulis, yang dalam novel itu berperan sebagai Ikal, yang berarti tak lain adalah Andrea Hirata sendiri. Gw bakal coba ngulas sedikit pendapat gw tentang novel ini.

Tentang Lintang

Lintang dikisahkan sebagai seorang anak dari seorang nelayan pesisir pantai yang sangat miskin. Ayahnya seorang diri menanggung hidup keluarganya, termasuk adik ipar nya. Untuk mencapai sekolahnya, Lintang harus menggoes sepedanya menempuh perjalanan pulang pergi sepanjang 80 km, melewati hutan2 dan rawa2 yang penuh buaya. Setelah pulang sekolah dan menempuh perjalanan sedemikian panjang, dia masih bekerja paruh waktu menjadi kuli kopra. Ia baru bisa belajar ketika malam telah larut, ketika orang2 telah lelap. Di tengah keasyikannya belajar, ia tidak menyadari kalau seorang jenius telah lahir di keluarga melayu miskin di pulau itu.

Salah satu kejadian paling mengesankan tentang Lintang adalah ketika ia dan teman2nya mengikuti lomba cerdas cermat yang juga diikuti sekolah PN (sekolah elit di Belitong kala itu) yang dilatih oleh seorang guru ahli fisika.

Pertanyaan pertama bergema. “Ia seorang wanita Perancis, antara mitos dan realita …” Kriiing! Kriiiiing! Kriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing! Wanita anggun itu tersentak kaget karena pertanyaannya secara mendadak dipotong oleh suara sebuah tombol meraung-raung tak sabar. Aku dan Sahara juga terperanjat tak alang kepalang karena baru saja sepotong lengan kasar dengan kecepatan kilat menyambar tombol di depan kami, tangan Lintang!

“Joan D’Arch, Loire Valley, France!” jawab Lintang membahana, tanpa berkedip, tanpa keraguan sedikit pun, dengan logat Prancis yang sengau-sengau aduhai.

“Seratus!!”…

“Pertanyaan ketiga: Hitunglah luas dalam jarak integral 3 dan 0 untuk sebuah fungsi 6 plus 5x minus x pangkat 2 minus 4x.”

Lintang memejamkan matanya sebentar, ia tak membuat catatan apa pun, semua orang memandangnya dengan tegang, lalu kurang dari 7 detik kembali ia melolong. “Tiga belas setengah!” Tak sebiji pun meleset, tak ada ketergesa-gesaan, tak ada keraguan sedikit pun.

Sayangnya, pada akhir cerita Lintang hanya bekerja menjadi supir truk di Belitong. Ayahnya meninggal dunia saat ia duduk di bangku SMP, sehingga ia harus putus sekolah dan membiayai keluarganya. Sungguh tragis.

Tentang Mahar

Mahar adalah seorang seniman jenius. Kalau otak kiri Lintang berkembang secara ajaib, Mahar memiliki otak kanan yang luar biasa.

Nilai terendah di rapor Lintang, yaitu delapan, hanya pada mata pelajaran kesenian. Walaupun sudah berusaha sekuat tenaga dan mengerahkan segenap daya pikir dia tak mampu mencapai angka sembilan karena tak mampu bersaing dengan seorang pria muda berpenampilan eksentrik, bertubuh ceking, dan berwajah tampan yang duduk di pojok sana sebangku dengan Trapani. Nilai sembilah untuk pelajaran kesenian selalu milik pria itu, namanya Mahar.

Salah satu kejeniusan Mahar dalam seni ditunjukkan dalam karnaval 17 Agustus. Dia membawa sekolahnya memenangkan karnaval, mengalahkan Marching Band sekolah PN yang bertahun-tahun jadi juara.

Tentang Ikal

Ia tergolong anak yang biasa2 saja. Cita2nya menjadi penulis dan pemain bulutangkis. Yang membuat terkesan adalah kerja keras dan usahanya meraih sesuatu yang tak kenal putus asa. Setelah dewasa, ia bekerja menjadi staff kantor pos, kemudian dengan usaha keras ia memperoleh beasiswa kuliah di Jepang.

Hal lain yang menarik tentang Ikal adalah kisah cintanya dengan A Ling, seorang putri pemilik toko kelontong tempat dia membeli kapur untuk sekolahnya.

Bunga Krisan

A Ling, lihatlah ke langit

Jauh tinggi di angkasa

Awan-awan putih yang berarak itu

Aku mengirim bunga-bunga Krisan untukmu

Uoh..sungguh romantis, seperti gw… :D

Ide Cerita dan Pesan Moral yang Luar Biasa

Andrea Hirata menulis sebuah novel yang bagaikan pencerahan, enlightment yang luar biasa di masa sekarang ini. Para pembaca disuguhi ide cerita dan topik yang tidak biasa. Sederhana, namun penuh makna. Ceritanya memberi pesan moral yang berharga dan melimpah. Hampir dalam setiap bab ada makna yang bisa dipetik dari ceritanya, sungguh motivasional dan inspiratif, bikin yang baca feeling refreshed buat berusaha lebih baik dalam hidupnya. Moreover, Laskar Pelangi juga nyadarin kita, banyak banget anak2 yang mau sekolah, tapi ga ada kesempatan, dan mereka yang punya kesempatan, malah nyia2in.

Gaya Bahasa yang Unik

Membaca Laskar Pelangi, ada satu hal yang langsung terlintas dalam benak saya: gaya bahasa penulisnya unik dan hebat. Kalimat2, paragraf2, dan ceritanya secara keseluruhan ditulis seakan2 dengan menggabungkan metafora yang kuat, deskripsi yang detil, ditambah selingan2 istilah scientific yang anggun. Hampir di setiap alinea yang ditulis bisa kita lihat metafor2 dan beberapa personifikasi yang begitu mencolok. Dan luar biasanya, perlambangan2 itu mengalir begitu deras dan lancar, tidak mengundang kejenuhan pembaca dengan penggunaan metafor yang klise, seakan2 si penulis tak kehabisan inspirasi mendapatkan kata2 perlambangan yang segar. Tidak hanya itu, Andrea juga menjelaskan cerita dengan detil. Sangat detil. Penokohan yang matang dengan penjelasan2 yang demikian personal dan lengkap membantu pembaca mengerti karakter dan watak si tokoh dengan mudah. Deskripsi yang demikian kuat didukung fakta bahwa sedikit sekali dialog yang ditemukan di dalam cerita. Di banyak bagian juga diisi dengan ironi2 yang humoris dan menggelitik, bikin ketawa2 sendiri kalo lagi baca. Memang, penggunaan istilah2 ilmiah seperti phyrite, trapeze, cretaceous, dll cukup sedikit mengganggu, tapi tidak menimbulkan kesan negatif terhadap keseluruhan gaya tutur si penulis.

Penataan Alur yang Baik

Alur flashback tentu. Cerita dirangkai pada kejadian saat mereka duduk di bangku SD, lanjut ke SMP dan seterusnya, dengan diwarnai alur mundur yang sesekali. Perpindahan alur yang mengesankan dan tidak membosankan. Novelnya dibagi menjadi banyak bab dan tiap bab diceritakan dengan alur yang cukup pas, tidak terlalu cepat, tidak terlalu lambat. Selain itu, di beberapa tempat kita juga bakal nemuin bagian2 yang mengandung shock terapy yang mengejutkan seperti yang lazim ditemui di novel2 Dan Brown, memaksa kita buat terus lanjut ke bab berikutnya.

Ending yang Mengharukan

Endingnya mengharukan…ga bisa dilukiskan dengan kata2. Dibilang happy ending, enggak. Dibilang sad ending, ga bisa juga. Pokoknya ending nya ditata sedikit ngambang, tapi begitu memuaskan pembaca…

Conclusively, ini a-must-read novel. Luar biasa. September ini denger2 filmnya keluar, produksi nya Mira Lesmana. Mudah2an beneran, udah ga sabar nungguin filmnya. Sekarang masih harus ngikutin tetralogi nya, Sang Pemimpi sama Edensor. Yang terakhir, Maryamah Karpov, belum keluar. Orang2 udah pada nungguin novel keempatnya, gw masih nyari2 waktu buat beli yang kedua :( .

At last, mungkin sebagian orang bilang kalo cerita novel ini berlebihan. Anak desa yang jenius lah, seniman berbakat lah, dll. Buat gw, ini buku yang pantas buat dibeli, buat dibaca, buat direnungin, buat dijadiin motivasi buat melangkah lebih jauh, buat dikoleksi, jadi kalo nanti anak cucu gw males sekolah, ato ada seseorang yang ga mau belajar padahal ada kesempatan, bisa gw suruh baca juga dan pada akhirnya I can say to them something that Andy F. Noya said buat buku ini, “Don’t you feel as a sinner if you don’t say thanks for your life?”